RAMADHAN DAN KETAKWAAN HAKIKI

RAMADHAN DAN KETAKWAAN HAKIKI


Atas izin Allah SWT, kita akan bersama-sama memasuki bulan Ramadhan. Di dalamnya kita akan menjalankan ibadah shaum yang diwajibkan untuk kita laksanakan serta ibadah-ibadah dan kebaikan-kebaikan lainnya selama sebulan penuh. Agar shaum Ramadhan bisa kita laksanakan sebaik mungkin hendaklah kita merenungkan kembali target yang telah dicanangkan oleh Allah SWT untuk kita capai.

Kewajiban shaum Ramadhan dibebankan kepada kita disertai dengan hikmah agar kita menjadi orang yang bertakwa. Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana puasa itu telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa (TQS al-Baqarah [2]: 183).


Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi di dalam Aysar at-Tafâsîr menjelaskan makna firman Allah SWT ”la’allakum tattaqûn” yakni agar dengan puasa itu Allah SWT mempersiapkan kalian untuk bertakwa, yaitu melaksanakan perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan Allah SWT (Al-Jazairi, Aysar at-Tafâsîr, I/80).

Imam an-Nawawi di dalam Syarh Shahîh Muslim menjelaskan bahwa takwa adalah imtitsâlu awâmirilLâh wa ijtinâbu nawâhîhi (melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya).

Perintah dan larangan Allah SWT itu secara sederhana identik dengan halal dan haram, yakni hukum-hukum syariah. Artinya, takwa itu bermakna kesadaran melaksanakan hukum-hukum syariah. Dengan kata lain, takwa adalah kesadaran akal dan jiwa serta pengetahuan syariah atas kewajiban mengambil halal dan haram sebagai standar bagi seluruh aktivitas yang harus diamalkan secara praktis dalam kehidupan.

Selain wujud ketakwaaan, berhukum dengan hukum-hukum syariah merupakan kewajiban dari Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:

﴿فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ﴾
Jika kalian berlainan pendapat tentang suatu perkara, kembalikanlah perkara itu kepada Allah (al-Quran) dan Rasul (as-Sunnah) jika kalian benar-benar mengimani Allah dan Hari Akhir  (TQS an-Nisa’ [4]: 59).


Imam Ibnu Katsir di dalam Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm menjelaskan bahwa segala perkara yang diperselisihkan oleh manusia, baik perkara pokok (ushûl) maupun cabang (furû), harus dikembalikan pada al-Quran dan as-Sunnah. Ketetapan ini juga sebagaimana firman Allah SWT:

وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ
Tentang apapun yang kalian perselisihkan, putusan (hukum)-nya dikembalikan kepada Allah (TQS asy-Syura [42]: 10).


Sangat jelas, ayat ini memerintahkan kita semua untuk berhukum pada al-Quran dan as-Sunnah dalam segala perkara. Itu artinya, kita semua diperintahkan untuk menerapkan syariah Islam secara totalitas dalam seluruh perkara kehidupan.


Syariah Membawa Kebaikan, Bukan Ancaman

Telah jelas sekali, Allah SWT memerintahkan kita semua untuk menerapkan syariah, yakni berhukum kepada hukum-hukum Allah SWT. Banyak ayat al-Quran dan Hadis Rasul saw. yang menyatakan kewajiban menerapkan syariah itu. Allah SWT pun menyifati siapa saja yang tidak memutuskan perkara dengan hukum-hukum Allah SWT sebagai orang kafir jika disertai i’tiqâd (QS al-Maidah [5]: 44); atau fasik jika tidak disertai itikad (QS al-Maidah [4]: 47) atau zalim (QS al-Maidah [5]: 45).

Penerapan syariah secara menyeluruh, selain menjadi kunci mewujudkan ketakwaan, juga merupakan konsekwensi keimanan kita. Allah SWT di dalam QS an-Nisa [4]: 65 menyatakan bahwa tidak sempurna iman seseorang sampai dia menjadikan Nabi saw. sebagai hakim dalam segala perkara yang diperselisihkan. Itu artinya, keimanan seseorang akan dipertanyakan di hadapan Allah SWT sampai dia memberikan bukti, yaitu menjadikan Nabi saw. sebagai hakim. Maknanya, kita wajib menjadikan syariah yang beliau bawa sebagai hukum untuk memutuskan segala perkara. Dengan kata lain, kita wajib menerapkan syariah secara menyeluruh.

Menerapkan syariah secara menyeluruh juga bermakna menyelamatkan masyarakat dari keburukan dan kesempitan hidup di dunia. Sebaliknya, meninggalkan syariah adalah sikap mengambil sebagian isi al-Quran dan meninggalkan sebagian lainnya. Sikap demikian diancam oleh Allah SWT sebagaimana firman-Nya:

أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ
Apakah kalian mengimani sebagian isi al-Kitab dan mengingkari sebagian lainnya? Tidak ada balasan bagi orang yang bersikap demikian kecuali kehinaan di dalam kehidupan dunia dan pada Hari Kiamat nanti dilemparkan ke dalam azab yang amat pedih (TQS al-Baqarah [2]: 85).

Allah SWT pun memperingatkan:

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku, bagi dia penghidupan yang sempit dan Kami akan membangkitkan dia pada Hari Kiamat nantiVg dalam keadaan buta (TQS Thaha [20]: 124).


Imam Ibnu Katsir menjelaskan,  “Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku, yakni menyalahi perintah (ketentuan)-Ku dan apa yang telah Aku turunkan kepada Rasul-Ku; dia berpaling dan melupakannya serta mengambil yang lain sebagai petunjuknya…”

Artinya, penerapan syariah akan menyelamatkan masyarakat dari kehinaan di dunia sekaligus dari penghidupan yang sempit.

Penerapan syariah sekaligus akan menjadi solusi atas berbagai persoalan yang terjadi hampir di semua aspek kehidupan saat ini. Sebab, Allah SWT telah menyatakan kesempurnaan Islam (QS al-Maidah [5]: 3), juga menerangkan bahwa al-Quran menjelaskan semua hal (QS an-Nahl [16]: 89). Penerapan syariah secara menyeluruh juga merupakan wujud ketakwaan hakiki umat ini yang akan membuka pintu keberkahan dari langit dan bumi (QS al-A’raf [7]: 96).


Wujud Ketakwaan Hakiki

Ketakwaan bisa diwujudkan secara sempurna dengan jalan mengambil dan menerapkan hukum-hukum syariah secara menyeluruh (kâaffah). Namun faktanya, saat ini banyak sekali hukum syariah yang belum bisa kita jalankan, terutama hukum syariah yang berkaitan dengan pengaturan urusan publik seperti politik, pemerintahan, ekonomi, sosial, interaksi pria-wanita, keamanan, pidana, politik luar negeri dan lainnya.

Dalam menyikapi kondisi seperti itu, tentu kita tidak boleh berpuas diri dan bersikap pasrah menerima keadaan. Sikap demikian bisa jadi termasuk sikap mengabaikan dan menelantarkan kewajiban mewujudkan ketakwaan. Padahal ketakwaan akan mendatangkan keridhaan Allah SWT dan mengantarkan pada kenikmatan surga yang dirindukan semua orang.

Kunci bagi penerapan syariah Islam yang saat ini belum bisa diterapkan adalah adanya institusi kekuasaan yang menjalankan dan menerapkan syariah secara kâffah (keseluruhan).  Institusi kekuasaan inilah yang harus diupayakan agar seluruh syariah Islam bisa diterapkan. Dengan begitu ketakwaan sempurna bisa terwujud. Institusi kekuasaan seperti itu dalam syariah Islam dinamakan Madinah/ Khilafah sebagaimana yang dinyatakan di dalam banyak nas hadis. Madinah / Khilafah telah menjadi ijmak sahabat dan dipraktikkan serta dilestarikan oleh kaum Muslim dari generasi ke generasi.

Karena itu dengan kedatangan bulan Ramadhan ini, seharusnya semua kaum Muslim lebih menguatkan tekad dan menyingsingkan lengan untuk mengupayakan terwujudnya institusi kekuasaan yang menerapkan syariah secara keseluruhan itu, yakni mengupayakan penegakan kembali Madinah sebagaimana yang telah disyariatkan.

Lebih dari itu, Madinah merupakan kewajiban sebagaimana ditegaskan oleh para ulama dari semua mazhab. Madinah tidak lain merupakan bagian dari hukum dan ajaran Islam yang harus diwujudkan sebagai bagian dari upaya mewujudkan ketakwaan di tengah umat.
Sebagai kewajiban syariah serta bagian dari hukum dan ajaran Islam, tentu Madinah sebagaimana Rasulullah di Yasrib wajib di tegakkan. dan seruan serta upaya untuk mewujudkan Khilafah tidak layak dan tidak boleh  dianggap sebagai sesuatu yang buruk d Anggapan dan tindakan seperti itu tentu tidak lahir dari ketakwaan yang semestinya dipupuk dan dikokohkan melalui shaum Ramadhan.

Sebaliknya, seruan dan upaya mewujudkan kembali Madinah yang akan menerapkan syariah secara keseluruhan sejatinya merupakan kebaikan dan akan membawa kebaikan bagi negeri ini. Semua itu tidak lain merupakan bentuk ketakwaan penduduk negeri yang akan membuat pintu keberkahan di langit dan dibumi dibuka oleh Allah SWT sebagaimana janji Allah SWT dalam firman-Nya:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
Jika saja penduduk negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan membukakan bagi mereka pintu-pintu keberkahan dari langit dan bumi (TQS al-Araf [7]: 96).


WalLâh a’lam bi ash-shawâb. []

Mt Tazkiyah Qolbu
Previous
Next Post »