National Institute of Ageing

Cerita pilihan
"National Institute of Ageing" Indonesia utk menyambut hari Lansia International tg 1 Okt.
Dr AB Susanto

Di suatu siang hari terlihat seorang nenek berulang kali menekan tombol sebuah rice cooker, tetapi rice cooker itu tetap tidak mau menyala. Lalu nenek ini berjalan tergopoh-gopoh dari dapur ke kamarnya. Di dalam kamar nenek langsung merapikan rambutnya yang sudah memutih dan mengganti baju.

Setelah semua kancing bajunya terkancing, si nenek kembali membukanya lagi. Ternyata kancing bajunya tidak terkancing sesuai urutan, sehingga terkadang sisi baju yang sebelah kiri menjadi lebih tinggi dari yang kanan. Atau kancing yang sebelah kanan melampaui 2 urutan dari yang sebelah kiri. Nenek bahkan harus mengulanginya beberapa kali sampai berkeringat, baru akhirnya semua bisa terkancing rapi sesuai urutannya. Setelah itu nenek berjalan keluar dari kamar.

Saat nenek melintasi ruang tamu, cucu perempuannya yang berumur 16 tahun sedang menonton TV. Terheran melihat neneknya berpakaian rapi, lalu bertanya, “Nenek mau kemana, bukannya tadi nenek sedang masak didapur?” Nenek kemudian menjelaskan kalau ia tadinya memang mau memasak, tapi entah kenapa rice cooker-nya tidak mau menyala, dan sekarang nenek mau keluar sebentar membeli makanan.

Dengan wajah cemberut, cucunya meminta agar nenek cepat pulang karena ia sudah mulai lapar. “Iya, nenek akan cepat pulang. Kamu tunggu nenek sebentar yah…” Kata neneknya dengan tersenyum, supaya wajah cucunya tidak merengut lagi. Nenek pun berjalan keluar rumah, menunggu bus yang lewat, lalu naik bus ke pusat penjualan makanan.

Beberapa saat setelah nenek keluar rumah, cucunya berjalan ke dapur mencari cemilan untuk sekedar mengganjal perut. Tak sengaja dia melihat steker rice cooker yang belum dicolok. Cucunya pun tersenyum geli melihat sikap pelupa neneknya seperti orang yang sudah pikun saja.

Sesampai di pusat penjualan makanan, nenek membeli nasi ayam kesukaan cucunya. Setelah selesai membayar dan hendak pulang, langkah nenek tiba-tiba terhenti persis di pintu keluar. Kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan, bola matanya membesar, raut mukanya berubah tampak kebingungan. Semua bangunan dan jalanan yang ada di depannya terlihat berbeda dan asing.

Nenek terdiam membisu sejenak. Dan akhirnya menyadari kalau ia lupa arah jalan pulang ke rumah.

Lantas dengan sigap, nenek melambaikan tangannya sambil berjalan menghampiri seorang pemuda yang melintas di depannya. Meminta bantuan kepada pemuda itu agar mau membawanya pulang. “Nak, Nak, tolong antarkan nenek pulang…” Kata nenek.

“Maaf, Nek. Saya sedang terburu-buru.” Tolak pemuda tadi.

Kemudian nenek menghampiri seorang wanita paruh baya. Sama dengan pemuda tadi, wanita ini juga tidak bisa mengantarkan nenek pulang karena akan menjemput anak-anaknya. Nenek tidak berhenti. Kali ini dengan gesit ia berjalan ke arah seorang bapak-bapak untuk meminta tolong. “Pak, Pak, tolong antarkan saya pulang. Cucu saya sedang menunggu saya pulang membawa makanan. Dia pasti sudah lapar sekarang.” Kata nenek dengan wajah terlihat sedih.

“Rumah Nenek dimana, yuk saya antar.” Jawab bapak ini.
“Emm… mm… saya.., saya tidak ingat dimana.” Kata nenek dengan terbata-bata. “Tapi tolong antarkan saya pulang, Pak. Pokoknya antarkan saja saya pulang.” Nenek memohon. Bapak ini juga tidak bisa menolong karena nenek sudah pikun dan sama sekali tidak ingat dimana rumahnya. Mata nenek tampak berkaca-kaca, air matanya hampir jatuh membasahi pipi.

Berulang kali nenek terus meminta tolong kepada setiap orang yang ditemuinya untuk diantarkan pulang. Ada yang menolak dan ada juga yang bersedia… tapi siapa pun yang mau menolong tetap saja tidak bisa mengantarkan nenek. Wajah nenek tampak sangat sedih. Tanpa di sadari air mata nenek mengalir di pipinya. Teringat cucunya menahan lapar, sedang menunggunya pulang membawa makanan.

Nenek tetap terus berjalan sambil meminta tolong, dan sesekali mencoba mencari jalan pulang sendiri. Tanpa berhenti untuk beristirahat. Rambut putihnya yang tadinya tersisir rapi dan diikat ke belakang, sekarang mulai berantakan dan tidak karuan. Kedua tangannya terus mendekap nasi ayam yang dibelinya tadi siang agar tetap hangat. Seluruh wajah dan bajunya telah basah oleh keringat. Langkahnya juga sudah mulai melambat karena kakinya terasa sakit dan kelelahan.

Hingga hari mulai gelap, nenek masih saja terus berjalan, berusaha bisa sampai ke rumah meskipun dari wajahnya terlihat jelas sekali kalau nenek sudah sangat kelelahan…

Pada waktu yang bersamaan, dirumah nenek, sepasang suami istri baru pulang. Mereka adalah orang tua dari cucu nenek. Si ibu melihat anaknya yang sedang ngemil sambil menonton TV. Lalu bertanya, “Kok kamu ngemil, apa nenek belum selesai masak?” Putrinya menjelaskan, kalau nenek tidak jadi masak hari ini dan sudah sejak tadi siang pergi ke pusat penjualan makanan tapi masih belum pulang sampai sekarang.

“Apa! Nenek belum pulang dari tadi siang?!” Kata ayahnya dengan wajah terkejut bercampur khawatir. Belum sempat anaknya berkata apapun, kedua suami istri ini langsung pergi lagi. Bermaksud mencari nenek! Anaknya kaget melihat kedua orang tuanya tiba-tiba menjadi panik dan langsung pergi lagi. Setelah beberapa saat dia baru sadar, kalau nenek bukan pelupa, tapi sudah pikun, dan nenek pasti sedang tersesat sekarang. Segera, dia pun mengikuti kedua orang tuanya pergi mencari nenek.

Ketiganya berkeliling di tengah keramaian kota, berusaha menemukan nenek. Dan kemudian, kedua suami istri ini mendengar bunyi klakson mobil bersahut-sahutan. Keduanya segera berlari ke arah bunyi klakson tersebut. Sesampainya disana mereka melihat nenek berdiri terbengong di tengah jalan menghalangi laju mobil-mobil. Lalu keduanya menarik tangan nenek dan menuntunnya ke tepi jalan. “Apa yang Ibu lakukan di tengah jalan seperti ini. Ibu membuat kita jadi tontonan semua orang…” Bentak putranya.

“Pak, Pak, tolong antarkan saya pulang, cucu saya sekarang pasti sudah sangat lapar. Kasihan cucu saya, dia belum makan dari siang. Tolong Pak…” Karena di bentak, nenek semakin linglung dan tidak ingat dengan putra maupun menantunya sendiri. “Bu! Saya ini anakmu sendiri!” Teriak putranya lagi. Kemudian nenek berpaling ke arah menantunya, “Nyonya, tolong antarkan saya pulang, cucu saya sedang menunggu saya pul
ang bawa makanan.” Nenek memelas sambil menangis.

Mendengar nenek memelas seperti itu ditambah dengan melihat kondisi tubuh nenek yang sedemikian sangat lelahnya. Hati keduanya terasa sangat pilu sekali. Tak kuasa menahan air mata, menantunya menjadi ikut menangis. Menangis dengan teramat sedih. Menyadari betapa besarnya cinta dan kasih sayang nenek kepada cucunya, yang tak lain adalah putri mereka sendiri.

Tiba-tiba… dari kejauhan, sayup-sayup terdengar suara cucunya memanggil, “Nenek, Nenek…” Nenek menoleh ke belakang, mencari asal suara cucunya. Ternyata benar, cucunya berada tidak jauh dari sana. Dibalik keremangan lampu jalan, cucunya berlari ke arah nenek. Senang melihat cucunya berada disana, nenek pun berjalan ke arah cucunya dengan tertatih-tatih. Walaupun terlihat nenek tersenyum sangat senang, namun masih tampak sangat jelas kecapekan dibalik senyumannya itu.

Cucunya langsung memeluk nenek. “Nenek maafkan saya, Nenek tidak apa-apa?” Kata cucunya dengan meneteskan air mata. “Iya, Nenek tidak apa-apa. Ini nenek sudah belikan nasi ayam kesukaan kamu, ayo makan. Kamu pasti sudah lapar sekali. Kasihan cucu nenek harus kelaparan sampai malam.” Kata nenek sambil membuka bungkus nasi lalu di suapkan ke mulut cucunya. Cucunya terus menangis. “Nenek maafkan saya, maafkan saya, nek.” Cucunya terus berulang-ulang meminta maaf sambil menangis…

“Tolong maafkan nenek yah, kamu jadi harus kelaparan menunggu nenek terlalu lama”. Mendengar nenek berkata demikian, dan melihat kondisi nenek yang begitu kesakitan juga kelelahan. Air mata cucunya semakin deras mengalir. Putra dan menantu nenek yang melihat kejadian ini, juga menitikkan air mata. Lalu keduanya berjalan mendekati nenek dan memeluk nenek dari belakang. “Ibu, kami semua sangat mencintaimu.
Previous
Next Post »