🌾Bulir Ibrah dan Hikmah🌾
Dinukil dan diselia dari “Lalai”
Choqi Isyraqi, 11 Januari 2017
https://goo.gl/FvLRZg
*
“Yuk shalat”
“Ah, kalem lah, kerjaan dulu ini, ntar aja, paling sejam lagi kira-kira beres.”
*
Dalam sebuah kajian kemarin, seorang teman saya mengingatkan saya dalam perjalanan pulang.
“Tau nggak Choq, apa yang lebih celaka daripada orang yang meninggalkan shalat?”
“Entahlah, bukankah tidak shalat juga udah celaka yah nasibnya di akhirat?” jawab saya.
“Bukan Choq, yang lebih celaka nasibnya dari orang yang meninggalkan shalat, adalah yang me-lalai-kan shalat. Coba deh baca surat Al-Ma’un.”
Jujur, saya pikir yang celaka itu yang meninggalkan shalat. Karena penasaran, lalu sesampainya di rumah, saya langsung membaca surat Al Ma’un, yang berbunyi.
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat | (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya” Q.S. Al-Ma'un : 4-5
Lalu, saya mencari, apa sebenarnya arti dari lalai itu sendiri. Dan akhirnya saya menemukannya, menurut KBBI,
Lalai adalah tidak mengindahkan; lengah; tidak ingat karena asyik melakukan sesuatu; terlupa:
Astaghfirullahaladzim, pernyataan singkat dari teman saya itu benar-benar memberi saya tamparan. Karena saya menyadari, seringkali kita tidak mengindahkan perintah-Nya, lengah akan ajakan shalat, keasyikan urusan duniawi, dan akhirnya lupa akan kewajiban kita.
*
Seringkali, makna adzan bagi kita telah berubah, bukan lagi sebagai panggilan shalat, tapi adalah sebagai pengingat waktu.
Ketika adzan Dzuhur, maka bagi orang kantoran, itu adalah jam istirahat. Dan ketika adzan Ashar tiba, maka itu sudah saatnya mau pulang.
Makna adzan kadang bagi kita sudah bukan lagi panggilan ibadah, atau waktu menghadap kepada Sang Pencipta, tapi bagi kita, tak lebih sebagai alarm yang dibunyikan oleh suara manusia dengan bantuan horn masjid.
Karenanya, banyak dari kita yang akhirnya menjadi lalai terhadap shalat.
Seberapa sering kita melalaikan shalat? Yang lebih mengerikan adalah, seberapa sering kita secara sengaja melalaikan shalat?
Menunda karena ada kerjaan kantor yang bisa dikerjakan nanti. Menunda karena tanggung nonton film yang seru padahal bisa di-pause. Menunda karena membalas comment-comment di social media padahal belum tentu orang lain juga langsung membalasnya. Menunda karena merasa waktu masih lama, jadi tidur sejenak. Menunda karena merasa rentang waktu terhadap adzan berikutnya adalah benefit kita untuk menunda shalat.
Padahal, sisa waktu yang ada bukanlah untuk dipakai berleha-leha ria, tapi sebagai waktu tambahan jika ada urusan darurat yang memang tak bisa ditinggalkan.
Apa mungkin karena kita ini sudah terbiasa dengan deadline, maka kita juga biasa men-deadline-kan ibadah kita?
Sebanyak lima kali dalam sehari, kita mendengar adzan. Sebanyak lima kali dalam sehari pula, kita diajak untuk menuju kemenangan. Pertanyaannya, berapa banyak dalam sehari, kita langsung menjawab panggilan tersebut? Berapa banyak dalam sehari kita memenangkan pertarungan antara diri kita dengan rasa malas kita?
Padahal panggilan adzan itu tidak berbeda dengan panggilan telepon, ketika ada panggilan masuk ke handphone kita, maka langsung kita jawab panggilan tersebut. Bukankah kita tak pernah menunda untuk menjawab panggilan dari orangtua, bahkan dari bos yang darinya kita butuh gaji untuk hidup? Bahkan kita begitu semangat menjawab panggilan dari gebetan kita yang padahal dia cuman salah pencet nomor?
Tapi, kadang ada dari kita yang menunda atau bahkan me-reject ketika panggilan itu masuk ke handphone kita, yakni ketika kita tidak mengenali, panggilan siapa yang masuk.
Maka bisa jadi, kita juga menunda shalat, bahkan menolak panggilan shalat, karena kita belum mengenal, siapakah yang memanggil kita. Padahal shalat, adalah panggilan Allah Subhanahu wata'ala, untuk menghadap-Nya.
Semoga, kita semua bisa memperbaiki diri, agar tidak menjadi makhluk yang lalai akan perintah sang pencipta.
Next
« Prev Post
« Prev Post
Previous
Next Post »
Next Post »
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
EmoticonEmoticon