The War On Cash

Share tulisan dari sebelah ;

*The War On Cash*.

Hampir semua pemerintahan didunia mendorong warganya utk bertransaksi *digital* (electronic), mulai prepaid toll, prepaid listrik, credit card, internet banking, ATM dlsb,  sekaligus menyimpan uangnya di Bank. Bank adalah institusi *kaki tangan* serta *"mata dan telinga"* pemerintah utk mengetahui hingga mengendalikan semua kekayaan/uang warga negara.

Semua simpanan kekayaan warga negara yg juga berakhir di deposito, obligasi, rekening tabungan, dana investasi, equity/saham dlsb (sebagai *Financial Asset*) ada dalam *genggaman dan kontrol negara* melalui perbankan.

Akhirnya Hanya *Valuable Hard&Physical  Asset (movable)* seperti Uang Cash(uang kertas), logam mulia (emas dan perak) yg betul2 berada *dalam kontrol individu yg memiliknya*. Negara tidak mampu berbuat apa2 untuk "merampas" manakala diperlukan.

Dari sinilah negara menyerukan *digitalisasi* kekayaan individu, satu step menuju *kontrol dan penguasaan*   negara sewaktu waktu uang tsb dibutuhkan. Negara pasti "berdalih" manis bahwa program "digitalisasi" diperlukan utk menghentikan "transaksi narkoba", penggelapan pajak, suap/korupsi, money laundering dlsb.

*Digitalisasi* keuangan juga satu langkah kedepan menuju  "pengambilan perlahan sampai memaksa" terhadap kekayaan rakyat secara langsung/tidak langsung oleh "pemerintah" melalui mekanisme
1. "negative interest rate" (di eropa dan jepang)
2. "inflasi" di Venezuela, Nigeria.
3. "Pajak" yg dipotong langsung tiap tranksaksi interest, capital gain dlsb
4. "Devaluasi" di Zimbabwe
5. *Dirampas* (confiscated) dalam event *krisis fiskal*  di Siprus dan Yunani 2013.
6. Insidentil (Tax Amnesty)

Ketika terjadi krisis finansial di indonesia 1997 , negara intervensi melalui *bail out* (talangan bank) berjumlah 600 trilyun dgn uang kembali tidak lebih dari 40% nya saja. Pemerintah waktu itu juga menyerukan rakyat secara "patriotik membela mata uang rupiah" dengan menyerahkan *harta perhiasan emas/perak* walau akhirnya tidak cukup ditanggapi oleh masyarakat. Pada masa krisis tsb secara value uang tabungan masyarakat dalam rupiah tinggal seperempatnya saja (devaluasi mata uang).

Cara penanggulangan krisis yg juga umum dilakukan adalah *"Bail In"* yaitu menalangi krisis dengan *uang rakyat* yg berada dalam *kontrol negara*. Dimasa orde lama kita  mengalami peristiwa *Saneering* atau gunting syafruddin yaitu pemotongan nol pada mata uang rupiah yg berarti berdampak pengambilan paksa separuh lebih uang rakyat.

Pada 3 October 2008 krisis finansial di AS, Pemerintah Federal melakukan *Bail Out* dengan Undang undang TARP (Trouble Asset Relief Program) membeli asset toxic lembaga keuangan senilai 1.5 trilyun dollar, yg berarti uang rakyat melalui pajak.

Pada tahun 2013 *Krisis Euro-Zone* di siprus dan yunani. Krisis ditangani dengan cara *Bail In* atau  menalangi krisis dengan *uang rakyat*. Semua penabung di bank bank hanya boleh mengambil uangnya max €200 utk biaya hidup sehari hari. Dalam sekejap antrian di ATM ATM mengular tanpa rakyat bisa berbuat apa apa. Semua penabung besar, uang tabungannya hanya diganti "secarik kertas saham" dari bank bank bangkrut tsb.

Krisis terjadi manakala "Market collapse" yg akhirnya menyeret "bank collapse" atau vice versa.
Pada kondisi penanganan krisis dengan  "Bail In" di siprus dan yunani 2013, dan di Indonesia (dimasa saneering). Hanya mereka yg menyimpan *logam mulia fisik emas dan Uang Cash Asing yg kuat* yang sebagian harta kekayaannya *bisa selamat*.

Digitalisasi dan *War on Cash* adalah tanda tanda menuju penguasaan harta kekayaan warga negara oleh pemerintah untuk bisa dikontrol, dikuasai dan bahkan *dirampas* sewaktu waktu apabila  menghadapi sebuah kondisi krisis yg luar biasa yg sudah tidak bisa diatasi lagi oleh *bail out* negara.
Previous
Next Post »